
"Kenapa? Apa karena hatimu hanya untuk dia?!" Ia melempar tatapannya padaku, matanya sembab. Aku melihat kristal-kristal kecil itu mengurai di pelipis matanya. Sudah berapa lama kami berdebat mengenai hubungan ini, kami tidak tahu. Mungkin karena terlalu sering mendebatkan hal ini, aku jadi tidak mengenal waktu.
Ia memalingkan muka dariku, kondisi yang kalut menyelimuti dirinya, matanya memerah sambil memandangi riakan air di hadapannya. Berdiri menelisik luasnya danau yang biru dikelilingi pepohonan pinus.
Aku mencoba mendekati dia pelan-pelan, dadaku berdegup kencang. Aku ingin membuatnya tenang. Dan ia masih saja memandangi riakan air danau yang biru. Hembusan angin begitu sejuk saat kuhirup, sangat alami dan begitu banyak oksigen di tepi danau ini. Namun itu tidak membuat aku tenang menghadapi dia. Walaupun sesekali burung-burung berkicauan seakan ingin kami berdua diam tanpa ada lagi adu mulut.