Senin, 13 Desember 2010

Terminal Pulo Gadung, Menyeramkan.

12 Desember 2010.

Saat itu aku melenggang menuju Arion Mall, Rawamangun, Jaktim. Dengan teliti aku amati setiap lekuk gedung itu, hmmm...ternyata sama saja seperti mall kebanyakan. Dengan pelan kulangkahkan kakiku, menapaki setiap ruas lantai di mall tersebut. 

Rencanaku ke mall tersebut, hendak meeting dengan Founder Sekolah Menulis Online (SMO), Jonru. Sambil menunggu kedatangannya tepat jam 12 siang, aku berkeliling dan sempat singgah di TB Gunung Agung. Sebenarnya aku merasa lelah, ingin beristirahat, tapi apalah daya, aku harus menempuhnya. Dan kemudian singgah ke KFC, karena perutku sudah menabuh genderang.

Singkat cerita, aku akhirnya menghampiri Jonru di lantai dua di depan DISC TARRA, kami saling menyapa satu sama lain. Lalu kami menghampiri KFC, meeting sambil mengisi perut kembali. Di sana, terjadi perbincangan panjang dan seru. Tidak menyangka, baru kali pertama bertemu dengan Jonru. Selama ini aku hanya mengenalnya lewat dunia maya.

Namun yang tidak mengenakan adalah ketika tiba saatnya pulang, aku harus ke terminal pulo gadung. Dengan mimik tenang aku menaiki angkot, bau berbagai macam menusuk hidungku. Tetapi, kuenyahkan sebisa mungkin. Dan tiba di Terminal pulo gadung, ada beberapa orang yang mencoba mendekatiku dan menanyakan tujuanku. Sebenarnya aku enggan menjawabnya, tetapi karena pertanyaan itu berulang-ulang mengarah padaku. Dengan tidak bersemangat kujawab, dan salah satu dari orang-orang itu menyuruhku mengikutinya. Awalnya aku berpikir bahwa dia akan membawaku ke salah satu bis dengan jurusan yang aku tuju. Dengan ragu aku mengikutinya, kupelankan langkah. Namun orang itu terus mengamatiku dan memerintahkanku untuk terus mengikutinya. Tepat di depan toilet, aku memberi isyarat padanya bahwa aku mau ke toilet sebentar. Sebenarnya, ke toilet adalah siasatku untuk mengulur waktu. Tapi ternyata, orang itu masih berdiri menungguku di depan toilet. Huh, sangat terpaksa aku harus terus mengikutinya.

Aku tiba di depan sebuah loket, aku curiga. Karena ternyata jadwal bis yang tertempel di loket tersebut tidak tercantum jurusan yang aku tuju. Dan lebih anehnya lagi di depan loket itu sudah berdiri orang lain lagi yang tidak ku kukenal. Badannya agak gemuk, sorot matanya licik. Sementara orang yang sebelumnya, berdiri di samping orang berbadan agak gemuk itu. Keduanya adalah pria yang sudah berumur, bisa dibilang sekitar 38-45 Tahunan.

Mereka berkilah bahwa aku harus mengeluarkan uang seharga tiket yang dia tentukan. Pada dasarnya wajar, tetapi ia menentukan harga tiket 3 kali lipat. Karena aku menjelaskan bahwa ongkos untuk pulang tidak seharga yang dia tentukan. Dengan tenang, kuberi dia uang 25 ribu, karena memang harga tiket untuk ongkos adalah segitu.

Lalu pria berbadan agak gemuk itu berkilah, "Mau pulang kemana dengan uang 25 ribu hah?" Nadanya menyeringai. "Ya tentu saja memang seperti itu," jawabku. "Sini, tambah 50 ribu lagi...," lanjut pria berbadan gemuk itu. Oh, aku baru sadar. Ternyata ini pemerasan! Pikirku. Aku tidak melakukan yang dia minta, dan kucoba ambil uangku 25 ribu itu kembali. Dengan sorot matanya yang licik, dia mengembalikan 5 ribu rupiah, 20 ribunya dia masukkan ke dalam sakunya. Dan tentu saja aku memintanya lagi, karena itu adalah uangku. "Maaf, tolong kembalikan uang itu, karena itu uangku!" Tegasku. Dia menyeringai, sorot matanya masih tetap licik. Perlahan dia mengembalikan 10 ribu, sisanya masih tetap dipegang olehnya. Beberapa kali aku memintanya, tetap saja tidak dipedulikan olehnya.

"Maaf, kembalikan uangku, aku harus pergi dulu mau beli makanan!!" Alasanku.
"Alah, kamu alasan saja. Tadi alasan minta ke toilet...., klo mau beli makananan, aku antar..., " kata pria satunya, di sebelah pria berbadan gemuk itu.
 
Sejenak seperti ada yang menyusupkan kata-kata di kepalaku dengan cepat, bahwa aku harus pergi secepatnya, menghindar dari mereka. Mungkin itu suara hati kecilku. Karena aku tidak ingin terjadi yang lebih dari itu. Maka kuputuskan pergi, membiarkan mereka di sana. Biarlah, 10 ribu itu kutinggalkan.

Begitulah, aku baru tahu sekarang. Aku shock dengan kejadian itu. Sekarang aku jadi berpikir bahwa Jakarta itu menakutkan. Aku jadi enggan lagi ke sana.

 
Salam,
Fan Febrian

1 komentar:

  1. Sebenarnya tidak hanya terminal di Jakarta saja, hampir di semua terminal di Indonesia juga banyak kejadian kayak gini....
    Saya sendiri kalo pergi ke terminal juga males, banyak calo dan preman....

    BalasHapus

kunjungi selalu http://dindingmenulisonline-getaufan.blogspot.com